masukkan script iklan disini
– Beberapa wartawan media online merasa tidak terima setelah sumber berita mereka dinyatakan tidak valid oleh oknum lurah berinisial DRZ di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat. Ketiga wartawan berinisial AM, YT, dan MD mengaku diintervensi terkait pemberitaan yang mereka muat. Mereka juga merasa tertekan setelah diundang oleh beberapa orang yang mengaku sebagai kerabat atau keluarga lurah tersebut.
Pertemuan yang berlangsung di depan Mako Polres Metro Jakarta Pusat pada Kamis (13/2/2025) itu membuat ketiga wartawan merasa diintervensi. Mereka diminta untuk mengungkap narasumber berita yang mereka tulis, sesuatu yang dianggap melanggar kode etik jurnalistik.
"Kita diminta untuk memberi tahu siapa narasumbernya, padahal itu jelas melanggar kode etik. Dalam kode etik jurnalistik, kami memiliki hak tolak untuk tidak mengungkap identitas atau keberadaan narasumber demi keamanan mereka dan keluarganya. Seharusnya, sebagai sesama wartawan, mereka paham hal ini," ujar MD pada Senin (17/2/2025).
Ketiga wartawan tersebut juga membantah narasi yang beredar di beberapa media online yang menyebutkan bahwa mereka mengakui pelanggaran kode etik. Mereka menegaskan bahwa tidak pernah ada pengakuan dari mereka bahwa tulisan mereka melanggar kode etik.
"Kami melihat ada pemelintiran pernyataan yang menyebut kami melanggar kode etik. Padahal, kami hanya menyampaikan rasa prihatin secara manusiawi karena mendengar bahwa bu lurah sakit. Namun, itu tidak ada hubungannya dengan dugaan pungli atau gratifikasi yang kami laporkan," tambah MD.
Setelah menerima berita terbaru, YT dan kedua rekannya menyayangkan adanya kecaman terhadap karya jurnalistik mereka. Mereka merasa diperlakukan tidak adil karena justru diancam akan dilaporkan ke Dewan Pers.
"Katanya untuk klarifikasi, tapi kenapa kami malah diancam akan dilaporkan ke Dewan Pers? Sekarang, siapa yang seharusnya disiplin dalam jurnalistik? Kami hanya melindungi narasumber, tapi malah diadukan ke Dewan Pers bahkan ke jalur hukum," ungkap MD.
Menurut MD, AM, dan YT, klarifikasi dari lurah seharusnya sudah cukup untuk memberikan keberimbangan berita. Namun, pernyataan mereka justru dipelintir dalam pemberitaan.
"Padahal, berita kami jelas bersumber, dan sumber kami tidak akan kami ungkap. Hanya karena kami tidak mau memberitahu siapa narasumber kami, mereka malah menulis berita yang memelintir pernyataan kami. Ini sangat tidak profesional," tutur MD.
Sebelumnya, ketiga wartawan tersebut memberitakan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh oknum lurah yang diduga terlibat dalam pungutan liar (pungli) atau gratifikasi terkait pengurusan izin bangunan di wilayah Kemayoran, Jakarta Pusat.
"Sebenarnya, jika berita yang kami tulis berdasarkan sumber warga itu dianggap salah, seharusnya ada hak jawab. Bukan malah memaksa kami melanggar kode etik dengan mengungkap narasumber. Apakah seorang pejabat PNS boleh membantu mengurus izin bangunan?" tanya para wartawan tersebut.
Mereka mengklaim bahwa sebelum berita dimuat, mereka telah melakukan konfirmasi kepada pihak terkait, yaitu lurah yang bersangkutan, pada Rabu (22/1/2025). Namun, tidak ada tanggapan dari lurah tersebut hingga berita tersebut tayang.
"Sesuai kode etik, kami sudah mengonfirmasi ke pihak terkait, tetapi tidak ada tanggapan. Bahkan, hingga berita tayang, belum ada konfirmasi langsung dari lurah," ujar MD.
Dikutip dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Pasal 4 Angka 8 menyatakan bahwa PNS dilarang menerima hadiah atau pemberian apa pun yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya. Larangan ini juga mencakup gratifikasi yang diterima oleh PNS.
Dalam sebuah berita klarifikasi, lurah tersebut membenarkan bahwa ia telah membantu pengurusan izin bangunan dengan menerima bantuan dari pemilik vendor. "Bantuan tersebut diberikan secara sukarela dan bukan untuk kepentingan pribadi saya," ujarnya dalam klarifikasi yang diberikan kepada sejumlah wartawan di kantor lurah pada Rabu (12/2/2025).
"Pertama, setiap pejabat PNS tidak boleh menjadi perantara dalam pengurusan izin. Kedua, lurah sendiri mengakui menerima bantuan secara sukarela. Meskipun dikatakan untuk bantuan sosial, hal ini tetap patut dipertanyakan," tegas ketiga wartawan tersebut.
Juliansyah